Terlahir di bulan Juni, dengan bobot tubuh 3,4 kg dan
panjang 50 cm, saya diberi nama Yunitasari Suprapto. Saya lahir dengan bantuan
tangan seorang bidan di salah satu tempat bidan di kota Jambi. Butuh proses
yang panjang bagi saya untuk menemukan jalan keluar menuju dunia namun saya
bahagia karena saat itulah pertama kali saya bertatap muka dengan dua orang
yang wajahnya sangat antusias menyambut dan mendekap saya dengan hangat, dua
orang itu adalah kedua orang tua saya. Bapak saya bernama Prapto dan ibu saya
bernama Ani Surtini. Saya anak ke empat dari lima bersaudara. Saya mempunyai
satu kakak laki-laki, dua kakak perempuan, dan satu adik laki-laki, rata-rata
jarak usia dari satu anak ke anak lain itu tiga tahun. Kami semua tinggal
menetap di salah satu wilayah di kota Jambi karena Bapak saya seorang Pegawai
Negeri lulusan S1 yang ditugaskan di Jambi dan ibu saya adalah seorang ibu
rumah tangga yang sehari-harinya dirumah untuk mengurus kami semua hingga kami
tumbuh tanpa kekurangan kasih sayang. Kami hidup sederhana, namun juga tidak
kekurangan dan orang tua saya selalu mengajarkan anak-anaknya nilai-nilai agama
sejak kecil sebagai pedoman kami di masa depan.
Saya mulai menjajakan kaki di dunia pendidikan sejak umur 6
tahun, saya langsung disekolahkan di suatu Sekolah Dasar di Kota Jambi tanpa
melalui Taman Kanak-Kanak. Saat saya tanya alasannya, orang tua saya menjawab agar saya
puas bermain dulu sebelum masuk sekolah, jadi nanti saat sekolah bisa
benar-benar fokus sekolah.
Saya menghabiskan waktu 6 tahun di sekolah dasar. Hobi saya adalah membaca,
membaca apapun yang bisa saya baca yang menarik minat saya. Saya suka membaca
koran, membaca majalah, dan bahkan membaca kamus bahasa inggris. Saya bahkan
sempat memiliki kamus bahasa inggris yang sangat tebal, yang setiap huruf ada
contoh yang membuat saya paham, dari situlah saya mulai menyukai bahasa
inggris. Melihat kesukaan saya pada bahasa inggris, orang tua saya memasukkan
saya ke tempat les bahasa inggris. Semakin tambahlah minat saya dalam bahasa
Inggris. Saya pernah mengikuti lomba bahasa inggris antar kelas saat kelas 3,
walaupun hanya antar kelas dan hasilnya kalah, saya tetap senang, dan tetap
mengikuti kegiatan lomba apapun yang bertema bahasa inggris di sekolah dasar.
Hal inilah yang menjadikan orang tua saya yakin untuk mengasah bakat saya dalam
berbahasa Inggris. Sampai pada akhirnya saya lulus dari sekolah dasar.
Orang tua saya adalah orang tua yang sangat konsen pada
pendidikan, orang tua saya akan sangat mengusahakannya jika saya ataupun
saudara-saudara saya yang lain menginginkan les tambahan apapun, selagi
semuanya untuk belajar. Orang tua saya akan sangat bersungguh-sungguh jika
anaknya bersungguh-sungguh. Orang tua saya akan sigap dalam memenuhi kebutuhan
saya dalam belajar contohnya dengan menyediakan sempoa, kamus bahasa inggris,
alfalink dan barang-barang lain yang dibutuhkan. Karena itu saya selalu
berusaha untuk tidak mengecewakan kedua orang tua saya. Begitu seterusnya
hingga saya lulus SMA.
Saya menjalani
kehidupan di pendidikan saya dengan biasa saja terasa sangat hambar. Saya sulit untuk lepas dari
zona nyaman saya. Saya mempunyai sifat penutup dan saya hanya ingin berteman
yang seadanya. Sejujurnya saya tidak menyukai tempat-tempat yang berisik, tidak
suka menjadi pusat perhatian, dan tidak suka lingkungan teman yang terlalu
senang bermain-main. Monoton memang, orang bilang saya introvert, tapi itulah
zona nyaman saya. Terkadang saya merasa mampu mengerjakan sesuatu tapi
terhalang oleh ketidakpercayaan diri dalam diri saya. Potensi dan bakat yang
ada di diri saya seakan terkalahkan oleh diri dan lingkungan saya.
Namun ada saatnya saya harus keluar
dari zona nyaman saya, contohnya saat memilih melanjutkan pendidikan di
perguruan tinggi. Saya memilih untuk melanjutkan pendidikan di Gundarma yang
mana berada di kota Depok. Sebenarnya hal itu adalah pilihan sulit bagi saya,
dimana saya harus merantau meninggalkan kedua orang tua saya dan teman-teman
saya. Alasan saya memilih untuk melanjutkan pendidikan di luar kota adalah
karena perguruan tinggi di Kota Jambi masih belum terakreditasi dengan baik.
Tinggal di kota lain awalnya berat,
walaupun di Depok saya tinggal bersama salah satu kakak perempuan saya, saya
tetap harus selalu mandiri, belajar melakukan sesuatu sendiri. Segala sesuatu
akan mudah pada waktunya, karena saya merasa hidup itu sederhana, tapi
terkadang kitalah yang membuat hidup jadi rumit. Banyak pelajaran dan makna
hidup yang saya dapatkan dengan hidup jauh dari orang tua, saya mulai belajar
untuk membuka diri, belajar untuk bersosialisasi, mengembangkan potensi diri
dan semakin giat untuk belajar. Saya percaya meningkatkan pada dasarnya
merubah, dan menjadi sempurna adalah perubahan yang dilakukan berulang.
🙂🙂🙂
BalasHapus