Selain memperhatikan kondisi fisik dan
usia anak, mengajarkan anak berpuasa juga harus dilengkapi dengan cara yang
bertahap.
Liputan6.com.
Jakarta Saat ini, umat Islam mulai memasuki masa puasa. Pada masa puasa,
keinginan untuk memuaskan diri lewat makan dan minum dikendalikan dengan
cara-cara tertentu. Puasa sendiri merupakan tradisi di berbagai agama dan
budaya banyak masyarakat di berbagai belahan dunia. Lewat puasa, banyak orang
berharap dapat mencapai tahap kematangan diri yang lebih baik dalam
kehidupannya.
Secara psikologis, pengendalian diri
lewat mengatur cara makan dan minum termasuk lewat puasa memang dapat dilihat
sebagai upaya untuk menjadikan diri untuk menjadi lebih sehat.
Dalam pandangan psikoanalisis,
hasrat-hasrat diri merupakan bagian dalam diri manusia yang perlu untuk
dikelola. Hasrat-hasrat diri ini sebenarnya merupakan sumber energi psikis yang
luar biasa dahsyatnya dalam diri setiap manusia. Karena adanya hasrat diri
inilah, manusia memiliki berbagai dorongan untuk menjalani kehidupannya
termasuk mengejar berbagai impian dalam hidupnya. Hasrat untuk makan dan minum
merupakan keinginan yang mendasar dalam diri setiap manusia.
Maka puasa dengan menahan haus dan lapar
merupakan upaya pengendalian diri paling mendasar. Pada prakteknya, puasa di
banyak tradisi juga terkait dengan pengendalian hasrat-hasrat lain yang lebih
kompleks misalnya pengendalian berbagai emosi negatif seperti marah, benci, dan
semacamnya.
Hasrat diri menjadi dasar munculnya
harapan, cita-cita, dan semacamnya. Namun demikian, hasrat diri bisa menjadi
suatu dorongan yang merugikan baik bagi dirinya maupun orang lain. Ini terjadi
saat hasrat diri ini kemudian “mengambil alih” diri kita sehingga menjadi dasar
satu-satunya dari individu untuk melakukan berbagai pilihan dalam kehidupannya.
Saat kemudian seseorang harus hidup
bersama dengan orang lain dalam lingkungan sosial tertentu, hasrat-hasrat diri
ini perlu untuk dikelola agar tidak justru menjadi dorongan yang destruktif
sehingga mengancam lingkungan sekitarnya. Mereka yang misalnya saja memiliki
impian untuk mencapai sesuatu perlu melakukan manajemen terhadapnya sehingga
tidak menjadikan orang-orang yang berada disekitarnya menjadi korban dari apa
yang menjadi impiannya.
Hasrat tersembunyi
Celakanya, hasrat-hasrat yang sebenarnya
hendak dicapai dengan cara destruktif tersebut seringkali bersembunyi dalam
suatu perilaku manipulatif agar tampak baik. Artinya, orang tetap menjalankan
pencapaian hasratnya secara detruktif namun dengan berusaha menampakkan wajah
yang positif sehingga dapat diterima secara sosial. Ada banyak contohnya.
Misalnya saja orangtua yang memaksa anaknya mempelajari sesuatu yang tidak
menjadi minat dan bakat anak dengan alasan agar anaknya menjadi anak yang
pandai padahal alasan sebenarnya adalah memuaskan hasrat orangtua agar dianggap
sebagai orangtua yang berhasil karena memiliki anak dengan kepandaian tertentu.
Pada relasi suami istri, sang suami dapat memaksa istrinya untuk melakukan
sesuatu bahkan dengan ancaman “hukuman” dengan alasan agar sang istri menjadi
istri yang baik dan menurut pada suami padahal alasan sebenarnya adalah
memuaskan hasrat suami untuk berkuasa dan mendominasi.
Bagi mereka yang berjuang menuju pribadi
yang sehat, pengelolaan hasrat diri menjadi sebuah agenda yang tak terelakkan.
Melatih diri lewat pengendalian hasrat-hasrat mendasar seperti makan dan minum
yang menjadi sebuah langkah awal. Meskipun demikian, hal ini tidaklah
mencukupi. Selanjutnya, perlu dilakukan juga pengendalian hasrat-hasrat yang
lebih kompleks termasuk hasrat-hasrat yang berhubungan dengan orang lain.
Mengubah hasrat negatif menjadi positif
merupakan langkah yang perlu dicoba. Daripada memuaskan hasrat menguasai atau
mendominasi dalam suatu relasi, akan lebih baik memelihara hasrat untuk
mencintai dan menghargai. Daripada memuaskan hasrat untuk mengalahkan lebih
baik memelihara hasrat untuk bekerjasama. Daripada memuaskan hasrat untuk
memanipulasi demi kepentingan diri lebih baik memelihara hasrat untuk berelasi
secara jujur dan penuh ketulusan. Selamat belajar mengendalikan hasrat diri.
Sumber :
Tanggapan :
Jika kita membaca artikel diatas kita
akan mulai mengerti apa makna berpuasa. Puasa dimaknakan menahan hasrat dan
nafsu. Setiap orang pasti memiliki hasrat dan nafsu, itu memang secara
manusiawi namun bukan berarti kita lantas selalu mengikutinya, tapi kita harus
dikontrol. Secara psikologis, adanya hasrat diri inilah, manusia memiliki
berbagai dorongan untuk menjalani kehidupannya termasuk mengejar berbagai
impian dalam hidupnya. Hasrat untuk makan dan minum merupakan keinginan yang
mendasar dalam diri setiap manusia. Puasa menjadi salah satu bentuk kontrol
diri. Karenanya jangan menjadikan puasa hanya sebagai kewajiban orang islam
namun juga harus menjadi pendidikan bagi diri kita.
Komentar
Posting Komentar