Jakarta, CNN Indonesia -- Musim kemarau
menyebabkan kekeringan dan krisis air yang menimpa warga Gunungkidul,
Yogyakarta semakin parah. Akibatnya, warga di beberapa dusun di Gunungkidul
terpaksa mengandalkan air sungai untuk keperluan minum dan mandi.
Air sungai menjadi andalan sebab harga
air bersih yang dijual pihak swasta melalui tangki-tangki keliling terlampau
mahal. Selain itu, tidak seluruh wilayah dusun di Gunungkidul yang dilewati
oleh jaringan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM).
Salah satu contohnya yang terjadi di
dusun Bulurejo, Desa Monggol, Kecamatan Saptosari. Dari 257 kepala keluarga,
hanya 25 persen yang memiliki meteran air PDAM.
"Tidak sepenuhnya warga mampu membayar instalasi PDAM. Lagipula, air PDAM seringnya macet," kata Wage Daksinarga, penggiat budaya dan lingkungan di Gunungkidul kepada CNN Indonesia, Kamis (30/7).
"Tidak sepenuhnya warga mampu membayar instalasi PDAM. Lagipula, air PDAM seringnya macet," kata Wage Daksinarga, penggiat budaya dan lingkungan di Gunungkidul kepada CNN Indonesia, Kamis (30/7).
Wage menjelaskan warga yang tidak
memiliki meteran PDAM biasanya 'meminta' air pada warga lain yang membeli
meteran PDAM. Selain itu, pilihan warga, kata Wage, adalah membeli air dari
truk swasta yang berkeliling dengan harga dua kali lipat dari harga PDAM, yakni
sekitar Rp 125 ribu per tangki dengan kapasitas 5 liter air.
"Bagi warga dusun yang mayoritas
petani gaplek (singkong) biaya tersebut sangat mahal, alhasil ketika tak ada
hasil dari pertanian, mereka akan menjual ternak untuk mencari biaya beli air
bersih selama kemarau," kata Wage.
Wage mengatakan sejauh ini sebenarnya
sudah ada bantuan dari pemerintah terkait tangki air. Misalnya saja, katanya,
seperti yang terdapat di Kecamatan Saptosari. Namun krisis air masih saja
terjadi karena selain jumlah minim, cakupan wilayah pengiriman juga masih cukup
luas sehingga tidak merata.
"Jika kemarau panjang, warga di daerah ini, terpaksa harus berjalan sejauh 4 kilometer menuju Sungai Gowang di desa Giring untuk sekadar mandi dan mengambil sejerigen air untuk minum," ujar Wage.
"Jika kemarau panjang, warga di daerah ini, terpaksa harus berjalan sejauh 4 kilometer menuju Sungai Gowang di desa Giring untuk sekadar mandi dan mengambil sejerigen air untuk minum," ujar Wage.
Sementara itu, Kusmato, salah satu warga
RT 09 Dusun Bulurejo, mengatakan dia menghabiskan kurang lebih 9 tangki air
untuk persediaan musim kemarau.
"Karena memang air PDAM sering tak jalan, saya beli saja tangki air yang mahal,"ujar Kusmato.
"Karena memang air PDAM sering tak jalan, saya beli saja tangki air yang mahal,"ujar Kusmato.
Wage
mengatakan warga Gunungkidul berharap instalasi air yang dipasang pemerintah
daerah terutama untuk mengatasi krisis air dan antisipasi musim kemarau bisa
lebih merata. Sehingga, warga tidak perlu mengandalkan air telaga yang
kecoklatan dan keruh ataupun air sungai yang jauh untuk memenuhi kebutuhan
harian mereka.
"Karena Gunungkidul bukan tidak ada
air, tetapi justru melimpah. Hanya saja pemda belum mampu mengeksplorasi lebih
banyak untuk kehidupan warga sini," ujar warga dusun Kecamatan Paliyan
tersebut.
Sebelumnya, pihak Badan Meteorologi,
Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memprediksi musim kemarau akan berlangsung
hingga bulan November 2015 sebagai imbas Badai El Nino di kawasan Asia Pasifik.
Berdasarkan
data dari BNPB, sejauh ini tercatat delapan provinsi di Indonesia yang telah
terdampak bencana kekeringan, seperti Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur,
Jawa Timur, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Barat, Gorontalo dan Sulawesi
Tenggara.
"Semua provinsi ini sudah
menggambarkan situasi di daerah masing-masing. Mereka perlu penanganan segera
terutama yang berkaitan dengan air bersih dan air minum, " kata Junjungan
saat dihubungi CNN Indonesia, Selasa (28/7).
Sementara itu, Menteri Desa Pembangunan
Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Marwan Jafar meminta perusahaan untuk
membantu daerah yang dilanda kekeringan. Marwan mengatakan dirinya akan terus
memantau dan mengevaluasi kekeringan yang terjadi di seluruh desa.
Selain memantau internal, dia juga
berencana untuk melakukan koordinasi dengan beberapa kementerian. “Kalau
untuk saat ini, saya menyarankan agar segera dimaksimalkan
penerapan irigasi, pompa-pompa air dan memanfaatkan sumber-sumber mata
air,” ujarnya. (utd)
Sumber :
Tanggapan :
Melihat peristiwa ini, butuh penanganan cepat dari pemerintah karena penyebab ini adalah macetnya PDAM. Semua warga Gunungkidul berharap instalasi air yang dipasang pemerintah
daerah terutama untuk mengatasi krisis air dan antisipasi musim kemarau bisa
lebih merata. Sehingga, warga tidak perlu mengandalkan air telaga yang
kecoklatan dan keruh ataupun air sungai yang jauh untuk memenuhi kebutuhan
harian mereka. Padahal di Gunungkidul bukan tidak ada
air, tetapi justru melimpah. Hanya saja pemda belum mampu mengeksplorasi lebih
banyak untuk kehidupan warga sini,
Komentar
Posting Komentar